Selasa, 13 Oktober 2009

TUGAS PROMOSI KESEHATAN


Sejarah Promosi Kesehatan dalam Kebidanan



Istilah Health Promotion (Promosi Kesehatan) sebenarnya sudah mulai dicetuskan setidaknya pada era tahun 1986, ketika diselenggarakannya konfrensi Internasional pertama tentang Health Promotion di Ottawa, Canada pada tahun 1965. Pada waktu itu dicanangkan ”the Ottawa Charter”, yang didalamnya memuat definisi serta prinsip-prinsip dasar Health Promotion. Namun istilah tersebut pada waktu itu di Indonesia belum terlalu populer seperti sekarang.Definisi ini tetap dipergunakan, sampai kemudian mengalami revisi pada konferensi dunia di Bangkok pada bulan Agustus 2005, menjadi: “Health promotion is the process of enabling people to increase control over their health and its determinants, and thereby improve their health” (dimuat dalam The Bangkok Charter). Definisi baru ini belum dibakukan bahasa Indonesia. Selain istilah Promosi Kesehatan, sebenarnya juga beredar banyak istilah lain yang mempunyai kemiripan makna, atau setidaknya satu nuansa dengan istilah promosi kesehatan, seperti : Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), Pemasaran sosial, Mobilisasi sosial, Pemberdayaan masyarakat,


Suatu ketika pada tahun 1994, Dr.Ilona Kickbush yang pada saat itu sebagai Direktur Health Promotion WHO Headquarter Geneva datang melakukan kunjungan ke Indonesia. Sebagai seorang direktur baru ia telah berkunjung kebeberapa negara termasuk Indonesia salah satunya. Pada waktu itu pula Kepala Pusat Penyuluhan Kesehatan Depkes juga baru diangkat, yaitu Drs. Dachroni, MPH., yang menggantikan Dr.IB Mantra yang telah memasuki masa purna bakti (pensiun). Dalam kunjungannya tersebut Dr.Ilona Kickbush mengadakan pertemuan dengan pimpinan Depkes pada waktu itu baik pertemuan internal penyuluhan kesehatan maupun eksternal dengan lintas program dan lintas sektor, termasuk FKM UI, bahkan sempat pula Kickbush mengadakan kunjungan lapangan ke Bandung.


Dari serangkaian pertemuan yang telah dilakukan serta perbincangan selama kunjungan lapangan ke Bandung, Indonesia banyak belajar tentang Health Promotion (Promosi Kesehatan). Barangkali karena sangat terkesan dengan kunjungannya ke Indonesia kemudian ia menyampaikan suatu usulan.


Usulan itu diterima oleh pimpinan Depkes pada saat itu Prof. Dr. Suyudi. Kunjungan Dr. Ilona Kickbush itu kemudian ditindaklanjuti dengan kunjungan pejabat Health Promotion WHO Geneva lainnya, yaitu Dr.Desmonal O Byrne, sampai beberapa kali, untuk mematangkan persiapan konfrensi jakarta. Sejak itu khususnya Pusat Penyuluhan Kesehatan Depkes berupaya mengembangkan konsep promosi kesehatan tersebut serta aplikasinya di Indonesia

.
Dengan demikian penggunaan istilah promosi kesehatan di indonesia tersebut dipicu oleh perkembangan dunia Internasional. Nama unit Health Education di WHO baik di Hoodquarter, Geneva maupun di SEARO, India juga sudah berubah menjadi unit Health Promotion. Nama organisasi profesi Internasional juga mengalami perubahan menjadi International Union For Health Promotion and Education (IUHPE). Istilah promosi kesehatan tersebut juga ternyata sesuai dengan perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia sendiri, yang mengacu pada paradigma sehat.



Bertolak dari prinsip-prinsip yang dapat dipelajari tentang Promosi Kesehatan, pada pertengahan tahun 1995 dikembangkanlah Strategi atau Upaya Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (disingkat PHBS), sebagai bentuk operasional atau setidaknya sebagai embrio promosi kesehatan di Indonesia. Strategi tersebut dikembangkan melalui serangkaian pertemuan baik internal Pusat Penyuluhan Kesehatan maupun external secara lintas program dan lintas sektor, termasuk dengan organisasi profesi, FKM UI dan LSM.

Beberapa hal yang dapat disarikan tentang pokok-pokok Promosi Kesehatan (Health Promotion) atau PHBS yang merupakan embrio Promosi Kesehatan di Indonesia ini, adalah bahwa:

  1. Promosi Kesehatan (Health Promotion), yang diberi definisi : Proses pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya (the process of enabling people to control over and improve their health), lebih luas dari Pendidikan atau Penyuluhan Kesehatan. Promosi Kesehatan meliputi Pendidikan/ Penyuluhan Kesehatan, dan di pihak lain Penyuluh/Pendidikan Kesehatan merupakan bagian penting (core) dari Promosi Kesehatan.


  1. Pendidikan/Penyuluhan Kesehatan (dapat dikatakan) menekankan pada upaya perubahan atau perbaikan perilaku kesehatan. Promosi Kesehatan adalah upaya perubahan/perbaikan perilaku di bidang kesehatan disertai dengan upaya mempengaruhi lingkungan atau hal-hal lain yang sangat berpengaruh terhadap perbaikan perilaku dan kualitas kesehatan.

  2. Promosi Kesehatan juga berarti upaya yang bersifat promotif (peningkatan) sebagai perpaduan dari upaya preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan) dalam rangkaian upaya kesehatan yang komprehensif. Promosi Kesehatan juga merupakan upaya untuk menjajakan, memasarkan atau menjual yang bersifar persuasif, karena sesungguhnya “kesehatan” merupakan “sesuatu” yang sangat layak jual, karena sangat perlu dan dibutuhkan setiap orang dan masyarakat.

  3. Pendidikan/penyuluhan kesehatan menekankan pada pendekatan edukatif, sedangkan pada promosi kesehatan, selain tetap menekankan pentingnya pendekatan edukatif yang banyak dilakukan pada tingkat masyarakat di strata primer (di promosi kesehatan selanjutnya digunakan istilah gerakan pemberdayaan masyarakat), perlu dibarengi atau didahului dengan upaya advokasi, terutama untuk strata tertier (yaitu para pembuat keputusan atau kebijakan) dan bina suasana (social suppoprt), khususnya untuk strata sekundair (yaitu mereka yang dikategorikan sebagai para pembuat opini). Maka dikenallah strategi ABG, yaitu Advokasi, Bina Suasana dan Gerakan/pemberdayaan Masyarakat.

  4. Pada pendidikan/penyuluhan kesehatan, masalah diangkat dari apa yang ditemui atau dikenali masyarakat (yaitu masalah kesehatan atau masalah apa saja yang dirasa penting/perlu diatasi oleh masyarakat, now(), now()); Pada PHBS, masyarakat diharapkan dapat mengenali perilaku hidup sehat, yang ditandai dengan sekitar 10 perilaku sehat (health oriented). Masyarakat diajak untuk mengidentifikasi apa dan bagaimana hidup bersih dan sehat, kemudian mengenali keadaan diri dan lingkungannya serta mengukurnya seberapa sehatkah diri dan lingkungannya itu?
    Pendekatan ini kemudian searah dengan paradigma sehat, yang salah satu dari tiga pilar utamanya adalah perilaku hidup sehat. (Sebenarnya ini tidak baru, karena dalam Posyandu, masalah juga sudah difokuskan pada sekitar 5 masalah prioritas).

  5. Pada pendidikan/penyuluhan kesehatan yang menonjol adalah pendekatan di masyarakat (melalui pendekatan edukatif), sedangkan pada PHBS/promosi kesehatan dikembangkan adanya 5 tatanan: yaitu di rumah/tempat tinggal (where we live), di sekolah (where we learn), di tempat kerja (where we work), di tempat-tempat umum (where we play and do everything) dan di sarana kesehatan (where we get health services). Dari sini dikembangkan kriteria rumah sehat, sekolah sehat, tempat kerja sehat, tempat umum sehat, dll yang mengarah pada kawasan sehat seperti : desa sehat, kota sehat, kabupaten sehat, dll sampai ke Indonesia Sehat.

  6. Pada promosi kesehatan, peran kemitraan lebih ditekankan lagi, yang dilandasi oleh kesamaan (equity), keterbukaan (transparancy) dan saling memberi manfaat (mutual benefit). Kemitraan ini dikembangkan antara pemerintah dengan masyarakat termasuk swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat, juga secara lintas program dan lintas sektor.

  7. Sebagaimana pada Pendidikan dan Penyuluhan, Promosi Kesehatan sebenarnya juga lebih menekankan pada proses atau upaya, dengan tanpa mengecilkan arti hasil apalagi dampak kegiatan. Jadi sebenarnya sangat susah untuk mengukur hasil kegiatan, yaitu perubahan atau peningkatan perilaku individu dan masyarakat. Yang lebih sesuai untuk diukur: adalah mutu dan frekwensi kegiatan seperti: advokasi, bina suasana, gerakan sehat masyarakat, dll. Karena dituntut untuk dapat mengukur hasil kegiatannya, maka promosi kesehatan mengaitkan hasil kegiatan tersebut pada jumlah tatanan sehat, seperti: rumah sehat, sekolah sehat, tempat kerja sehat, dst.


Konsep Promosi Kesehatan dan/atau PHBS tersebut selanjutnya digulirkan ke daerah dan beberapa daerah mencoba mengembangkannya paling tidak di beberapa kabupaten.


Sebenarnya pada setiap program kesehatan ada komponen promosi kesehatannya, karena semua masalah kesehatan mengandung komponen perilaku. Namun karena keterbatasan sumberdaya, pada kurun waktu ini secara nasional, promosi kesehatan terbatas pada beberapa program prioritas saja. Program-program kesehatan tersebut adalah: Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak (Khususnya Pertolongan persalinan dan Penggunaan ASI Eklusif), Peningkatan Gizi Keluarga dan Masyarakat (termasuk GAKY), Kesehatan Lingkungan (khususnya penggunaan air bersih, penggunaan toilet/jamban, mencuci tangan dengan sabun), Penanggulangan Penyakit Tidak Menular (khususnya Aktivitas fisik, makan gizi seimbang dan masalah merokok), Penanggulangan penyalahgunaan NAPZA, dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Di daerah, prioritas program tersebut disesuaikan dengan keadaan, masalah dan potensi daerah.

Selain itu juga dilakukan promosi kesehatan untuk mendukung beberapa program khusus. Sebagai contoh adalah kampanye Pekan Imunisasi Nasional (dalam rangka penanggulangan polio). Demikian pula dalam penanggulangan HIV/AIDS yang dilakukan promosi kesehatan secara lintas sektoral, juga dalam menghadapi SARS. Selain itu dilakukan pula promosi kesehatan dalam rangka penanggulangan masalah tembakau, promosi penggunaan obat generik, dll. Perlu diakui bahwa masih banyak promosi kesehatan untuk berbagai program kesehatan lainnya yang belum dapat tertangani.


Pada sekitar tahun 1982 ditetapkan Sistem Kesehatan Nasional oleh Menteri Kesehatan RI (waktu itu Dr. Suwardjono Suryaningrat) yang menetapkan pembangunan kesehatan sebagai suatu sistem dari supra sistem pembangunan nasional. Selanjutnya berdasarkan Ketetapan MPR No. II/1983 tentang GBHN, disebutkan bahwa “Dalam rangka mempertinggi taraf kesehatan dan kecerdasan rakyat, pembangunan kesehatan termasuk perbaikan gizi perlu makin ditingkatkan dengan mengembangkan Sistem Kesehatan nasional (SKN).”


Peningkatan kesehatan dilakukan dengan melibatkan peran serta (partisipasi) masyarakat berpengahasilan rendah baik di desa maupun di kota. Panca Karsa Husada sebagai tujuan pembangunan panjang bidang kesehatan mencakup: (1) Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya dalam bidang kesehatan; (2) Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan; (3) Peningkatan status gizi masyarakat; (4) Pengurangan kesakitan dan kematian; dan (5) Pengembangan keluarga sehat sejahtera dengan makin diterimanya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan dikaitkan dengan komitmen Indonesia untuk mengimplementasikan primary health care, ditetapkan hal-hal sebagai berikut:



  • Hirarkhi tingkat pelayanan kesehatan sehubungan dengan komponen atau unsur-unsur pelayanan kesehatan menurut SKN, mulai dari tingkat Rumah tangga, selanjutnya ke tingkat masyarakat, terus sampai ke tingkat yang lebih tinggi


  • Pelaksanaan kegiatan pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) yang dilakukan masyarakat minimal mencakup salah satu dari 8 unsur Primary Haelath Care sebagai berikut:

  1. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta perlindungannya.

  2. Peningkatan persediaan makanan dan peningkatan gizi.

  3. Pengadaan air bersih dan sanitasi dasar yang memadai.

  4. Kesehatan Ibu dan Anak termasuk keluarga berencana

  5. Imunisasi untuk penyakit yang utama

  6. Pencegahan dan pengendalian penyakit endemi setempat

  7. Pengobatan penyakit umum dan luka-luka

  8. Penyediaan obat esensial.


  • Pengembangan dan Pembinaan PKMD dilakukan sebagai berikut:

  1. Berpedoman pada GBHN.

  2. Dilakukan dengan kerja sama lintas program dan lintas sektor melalui pendekatan edukatif.

  3. Koordinasi pembinaan melalui jalur fungsional pada Gubernur, Bupati, atau Camat.

  4. Merupakan bagian integral dari pembangunan desa secara keseluruhan.

  5. Kegiatan dilaksanakan dengan membentuk mekanisme kerja yang efektif antara instansi yang berkepentingan dalam pembinaan masyarakat desa.

  6. Puskesmas sebagai pusat pembangunan dan pengembangan kesehatan berfungsi sebagai dinamisator.


Dengan berkembangnya PKMD dan dalam implementasinya menggunakan pendekatan edukatif, muncullah berbagai kegiatan sawadaya masyarakat untuk pelayanan kesehatan antara lain: Pos Penimbangan Balita, Pos Imunisasi, Pos KB Desa, Pos Kesehatan, Dana Sehat. Selain itu juga muncul berbagai kegiatan lain, yang berada di luar kesehatan, meskipun tetap ada kaitannya dengan bidang kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut murni muncul dari masyarakat sendiri, dan untuk pelayanan mereka sendiri, dibidang kesehatan.

Secara teori, pada periode ini telah muncul perbedaan sudut pandang. Mulai terlihat bahwa salah satu kelemahan dari pendekatan edukatif adalah belum berhasil memunculkan “community real need”. Yang terjadi adalah bahwa melalui pendekatan edukatif ini telah muncul berbagai “community felt need”. Akibatnya muncul berbagai kegiatan masyarakat sesuai kebutuhan masyarakat tersebut. Dengan munculnya aneka ragam kegiatan masyarakat tersebut, sulit untuk memperhitungkan kontribusi kegiatan masyarakat tersebut terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini mendorong para pengambil keputusan di lingkungan Departemen Kesehatan untuk melakukan perubahyan pada pendekatan edukatif sebagai strategi pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pada tahun 1984, berbagai kelompok kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan (Pos Penimbangan Balita, Pos Imunisasi, Pos KB Desa, Pos Kesehatan), dilebur menjadi satu bentuk pelayanan kesehatan terpadu yang disebut Posyandu (pos pelayanan terpadu). Atau lengkapnya Pos Pelayanan Terpadu KB-Kesehatan. Peleburan menjadi Posyandu tersebut, selain setelah dicoba dikembangkan di Jawa Timur, juga setelah melalui tahap kegiatan uji coba di tiga provinsi, yaitu: Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Dipadukannya pelayanan KB dan kesehatan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan keuntungan bagi masyarakat. Karena dengan keterpaduan pelayanan ini masyarakat dapat memperoleh pelayanan lengkap pada waktu dan tempat yang sama.

Secara konsepsual, Posyandu merupakan bentuk modifikasi yang lebih maju dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk menunjang pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui penurunan angka kematian bayi. Modifikasi tersebut adalah dengan tetap mempertahankan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat, gotong royong dan sukarela, namun bentuk kegiatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan tidak lagi beragam, karena sudah diarahkan dan diseragamkan yaitu Posyandu. Melalui keseragaman kegiatan masyarakat dalam bentuk Posyandu, diharapkan dapat berdampak pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat, khususnya penurunan angka kematian bayi dan balita.


Posyandu merupakan unit pelayanan kesehatan di lapangan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat dengan dukungan teknis Puskesmas, Departemen Agama, Departemen Pertanian, dan BKKBN. Posyandu melaksankan 5 program kesehatan dasar yakni: KB, kesehatan ibu dan anak, gizi, imunisasi, dan penaggulangan diare. Adapun sasaran utama adalah menurunkan angka kematian bayi dan memperbaiki status kesehatan dan gizi balita, maupun ibu hamil dan menyusui.

Posyandu merupakan wadah partsipasi masyarakat, karena Posyandu paling banyak menggunakan tenaga kader. Kader ini merupakan tenaga relawan murni, tanpa dibayar, namun merupakan tenaga inti di Posyandu. Sebagian besar kader adalah wanita, anggota PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga). Maka dapat dikatakan bahwa PKK merupakan sumber penggerak Posyandu. Tokoh-tokoh di awal terbentuknya Posyandu ini adalah: Dr. M. Adhyatma, Dr. Suyono Yahya, Ibu Soeparjo Rustam, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar